Ada sesuatu yang aneh sekaligus akrab tentang bulan Desember. Di tengah kalender yang hanya menunjukkan satu bulan seperti lainnya, Desember terasa berbeda. Udara mungkin lebih dingin di beberapa tempat, lampu-lampu mulai dinyalakan lebih awal, dan lagu-lagu lama kembali terdengar di mana-mana. Namun yang paling sering muncul bukan hanya dekorasi atau suasana akhir tahun, melainkan kenangan-kenangan lama yang tiba-tiba datang tanpa diundang.
Kita bisa sedang duduk santai, membuka ponsel, atau sekadar menatap jendela, lalu entah dari mana muncul ingatan tentang seseorang, sebuah peristiwa, atau versi diri kita di masa lalu. Mengapa Desember terasa begitu kuat menarik kenangan itu kembali?
Baca Juga: Makna Sunyi: Bagaimana Menikmati Kesendirian dengan Sehat

Desember sebagai Penanda Waktu
Secara psikologis, manusia sangat terikat pada penanda waktu. Kita cenderung membagi hidup dalam babak-babak: awal tahun, pertengahan, dan akhir. Desember berada di posisi yang unik karena ia menutup satu siklus penuh. Otak kita secara otomatis melakukan evaluasi, meski kita tidak secara sadar berniat melakukannya.
Akhir tahun memicu refleksi: apa yang sudah terjadi, apa yang berubah, dan apa yang hilang. Proses ini membuat memori lama lebih mudah muncul ke permukaan. Kenangan yang mungkin terkubur sepanjang tahun tiba-tiba terasa relevan karena Desember memberi konteks “penutup” seolah semua cerita lama layak dibuka kembali sebelum tahun benar-benar berakhir.
Musik, Aroma, dan Pemicu Emosional
Kenangan jarang datang sendirian. Ia hampir selalu dipicu oleh sesuatu. Di bulan Desember, pemicu ini jumlahnya meningkat drastis. Lagu-lagu lama kembali diputar, aroma makanan khas akhir tahun memenuhi rumah atau jalanan, bahkan pencahayaan tertentu bisa membangkitkan memori yang sangat spesifik.
Fenomena ini dikenal sebagai memory recall, di mana indera terutama pendengaran dan penciuman memiliki hubungan kuat dengan emosi dan ingatan. Lagu yang sama bisa membawa kita kembali ke Desember sepuluh tahun lalu, ke ruang tamu rumah lama, atau ke percakapan yang pernah terjadi dan tak pernah terulang.
Bukan karena kita sengaja mengingat, melainkan karena tubuh dan pikiran kita mengingat lebih dulu.
Ruang Sunyi yang Lebih Banyak
Desember juga sering menghadirkan jeda. Libur sekolah, cuti kerja, atau sekadar ritme hidup yang melambat membuat kita memiliki lebih banyak ruang sunyi. Di ruang inilah kenangan paling sering muncul.
Saat hari-hari sibuk, pikiran kita fokus pada tugas dan target. Namun ketika aktivitas berkurang, pikiran mulai mengembara. Ia mengisi kekosongan dengan hal-hal yang belum selesai termasuk perasaan dan cerita dari masa lalu.
Kenangan lama sering bukan tentang kebahagiaan semata, tetapi juga tentang penyesalan, rindu, dan pertanyaan “bagaimana jika”. Desember memberi waktu bagi semua itu untuk muncul, karena akhirnya kita berhenti berlari.
Nostalgia dan Rasa Aman
Tidak semua kenangan yang datang membawa rasa sedih. Banyak di antaranya hadir sebagai nostalgia perasaan hangat bercampur getir. Nostalgia sering muncul saat kita menghadapi perubahan, dan Desember adalah simbol perubahan yang nyata: satu tahun akan ditinggalkan.
Kenangan lama bisa menjadi tempat berlindung sementara. Mengingat masa lalu yang terasa lebih sederhana memberi ilusi rasa aman, terutama ketika masa kini terasa melelahkan atau tidak pasti. Dalam konteks ini, kenangan bukan sekadar ingatan, melainkan mekanisme bertahan.
Kita kembali ke cerita lama bukan karena ingin hidup di sana, tetapi karena kita butuh mengingat bahwa kita pernah baik-baik saja atau setidaknya pernah bertahan.
Sosok-Sosok yang Kembali Hadir
Desember juga sering membawa kembali wajah-wajah lama. Teman yang sudah jarang ditemui, keluarga yang telah pergi, atau seseorang yang pernah sangat berarti. Akhir tahun membuat absensi emosional terasa lebih jelas: siapa yang masih ada, siapa yang berubah, dan siapa yang hanya tinggal dalam ingatan.
Momen-momen kumpul keluarga atau perayaan justru bisa memperkuat rasa kehilangan. Saat kursi tertentu kosong, atau pesan yang dulu rutin dikirim tak lagi datang, kenangan lama muncul sebagai pengingat bahwa waktu terus berjalan, meski hati belum tentu siap.
Bukan Tanda Lemah, Tapi Manusiawi
Sering kali kita merasa aneh atau bahkan bersalah karena terlalu banyak mengingat di bulan Desember. Seolah refleksi identik dengan kesedihan. Padahal, mengingat adalah bagian alami dari proses menutup satu fase hidup.
Kenangan lama yang datang bukan tanda bahwa kita gagal move on. Ia adalah bukti bahwa kita hidup, merasakan, dan terhubung. Setiap kenangan membawa informasi tentang apa yang penting bagi kita nilai, hubungan, dan pengalaman yang membentuk diri hari ini.
Yang penting bukan menolak kenangan itu, melainkan bagaimana kita menyikapinya.
Menutup Tahun dengan Berdamai
Alih-alih melawan arus kenangan, Desember bisa dijadikan ruang berdamai. Mengingat tanpa menghakimi. Merasa tanpa harus tenggelam. Kita boleh mengakui bahwa ada hal-hal yang belum selesai, sambil tetap menghargai sejauh apa kita telah melangkah.
Kenangan lama datang bukan untuk menyakiti, melainkan untuk mengingatkan: bahwa kita pernah berada di sana, dan kini kita ada di sini. Bahwa setiap versi diri yang bahagia, yang terluka, yang bingung semuanya berkontribusi membawa kita sampai ke akhir tahun ini.
Dan mungkin, itulah hadiah tersembunyi Desember. Bukan sekadar penutup kalender, tetapi kesempatan untuk menoleh ke belakang dengan jujur, lalu melangkah ke depan dengan lebih lembut pada diri sendiri.
